MATARAM-Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB menyoroti peningkatan kewajiban bayar Pemprov NTB di Tahun Anggaran (TA) 2021 lalu, meningkat drastis.
Juru bicara Banggar Mohammad Akri mengatakan kewajiban bayar itu mencapai angka Rp 685 miliar lebih. Terjadi peningkatan sebesar 143 persen lebih dari tahun 2020 yang sebesar Rp 280 miliar lebih.
“Peningkatan kewajiban daerah ini terjadi pada komponen kewajiban jangka pendek sampai 77,20 persen. Seperti utang belanja dan utang jangka pendek lainnya,” ungkapnya.
Rincian kewajiban bayar Pemprov NTB tahun anggaran 2021 antara lain: utang bunga dari pinjaman PT SMI yang belum dibayarkan sebesar Rp 1,16 miliar; beban utang pada lembaga keuangan bukan bank sebesar Rp 187 miliar; utang beban barang dan jasa sebesar Rp 42,5 miliar lebih.
Utang beban transfer ke daerah sebesar Rp 81,7 miliar lebih; utang beban tunggakan sebesar Rp 37 miliar lebih; utang pengadaan barang dan jasa sebesar Rp 227,6 miliar lebih.
Menurut Banggar munculnya beberapa item utang daerah itu mencerminkan tata kelola keuangan yang buruk.
Sehingga Banggar menyarankan Pemprov NTB mengambil langkah-langkah strategis memperbaiki tata kelola keuangan. Hal ini untuk menghindari munculnya beban utang pada tahun anggaran berikutnya.
“Ini mencerminkan kondisi keuangan daerah yang tidak sehat dan pengelolaan kas daerah yang buruk. Oleh karena itu upaya-upaya efektif perlu segera dilakukan untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahan kewajiban utang tersebut,” serunya.
Ketua Fraksi PPP itu menambahkan, kewajiban bayar yang besar tidak saja berdampak pada internal pemerintah. Tapi berdampak besar kepada pihak ketiga yang belum diberikan haknya dan terancam bangkrut.
“Banggar berpendapat atas kebijakan Pemprov yang belum merealisasikan pembayaran utang 2021, sangat tidak berpihak pada pengusaha di NTB. Kebijakan ini berpotensi mematikan pengusaha kecil NTB yang merupakan ujung tombak pemulihan ekonomi,” tegasnya.
Ketua Fraksi BPNR Ruslan Turmuzi menolak kewajiban bayar Pemprov NTB dengan jumlah lebih dari setengah triliun rupiah itu, membengkak karena kesalahan bersama pemerintah dan DPRD.
“Baik soal itu akan saya jawab, silakan baca rekomendasi yang dikeluarkan oleh fraksi BPNR ataupun Banggar. Kami telah membuat pendapat dan saran yang isinya memberikan solusi cara keluar dari belitan masalah ini, tetapi Anda (wartawan, Red) kan tahu jawabannya (pemerintah), katanya baik akan kami pertimbangkan, tetapi saran dan pendapat kami tidak pernah diikuti,” ujarnya.
Menurut politisi PDIP itu, mekanisme cara fraksi dan Banggar menyampaikan pendapat yang dibatasi membuat tidak leluasa dalam menyampaikan sikap.
“(Andai bisa menolak kami akan tolak) tapi kan bukan begitu mekanismenya, kita hanya diminta saran dan pendapat,” terangnya.
Sehingga Ruslan tegas menolak, membengkaknya Keajaiban Bayar sebagai kesalahan bersama pemerintah dan DPRD. “Oh kalau kami, jelas sikapnya. Silakan dibaca saran dan pendapat fraksi kami,” tegasnya.
Jika nantinya berbagai persoalan keuangan ini melebar ke masalah hukum, maka bagi Ruslan cukup dengan menunjukkan sikap fraksi untuk terhindar dari anggapan ikut berkontribusi dalam carut-marut persoalan. (zad/r2)
0 Komentar