Pemilihan Kepala Daerah di Seluruh Indonesia tinggal menghitung bulan. Perhelatan tertinggi untuk memilih kembali kepada daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten akan dilaksanakan November 2024 mendatang, termasuk juga Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 10 kabupaten/kota, ditambah dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Meneropong keadaan politik saat ini, atau 6 bulan sebelum dilaksanakan Pilkada. Ada perbedaan yang cukup terlihat dibandingkan pada Pilkada tahun 2018 dan 2020 lalu. Saat itu, hampir seluruh bakal calon kepala daerah dari tingkatan kabupaten/kota hingga Provinsi telah terlihat berpasangan sejak lebih dari 6 bulan, bahkan 1 tahun sebelum pendaftaran. Namun, berbeda di 2024 ini, teka-teki partai politik akan mendukung calonnya pun belum bisa dipastikan. Bahkan sekelas ketua partai atau kader partai politik ditingkat kabupaten/kota dan provinsi pun harus mendaftar ke partai-partai lainnya dengan tidak membawa pasangan.
Salah satu penyebab fenomena ini bisa terjadi karenakan pemilihan anggota legislatif dilakukan lebih awal daripada pilkada, dan rentang waktu antara pemilihan anggota legislatif dengan pemilihan kepala daerah cukup berdekatan, sehingga tidak sedikit partai yang menanyakan apa yang telah bakal calon itu lakukan saat pemilihan legislatif yang lalu kepada partai yang ingin dipinang. Jika mereka telah membantu di masa pra pemilihan legislatif, akan mudah untuk mendapatkan tiket khusus, tetapi jika tidak, maka perlu ditimbang dengan sangat ketat.
Fenomena ketidakpastian ini akhirnya berguling menjadi banyaknya perubahan antar bakal calon kepala daerah, bahkan bisa menjadi salah satu penyebab petahana berpisah. Diantara pasangan yang paling banyak disorot saat ini adalah berpisahnya Dr. Zul dan Dr. Rohmi di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.
Lembaga Survei Olat Maras Institut (OMI) telah melakukan survei internal sejak 4 tahun terakhir terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB. Survei dievaluasi selama 3-6 bulan setiap tahunnya. Dari hasil survei tersebut, keterpilihan Gubernur NTB 2018-2023 Dr.
Zulkieflimansyah (Dr. Zul) selalu berada di angka tertinggi, yaitu rata-rata di atas 85% keterpilihan secara pribadi, bahkan di survei terakhir maret 2024 mendapatkan angka 91% keterpilihan pribadi sebagai Gubernur. Disusul oleh Suhaeli Bupati Lombok Tengah 2016-2021, Sukiman Azmy Bupati Lombok Timur 2018-2023, dan Pathul Bahri Bupati Lombok Tengah 2020-2024 diangka rata-rata 80%.
Sedangkan Wakil Gubernur NTB 2018-2023 Dr. Sitti Rohmi Djalillah (Dr. Rohmi) selalu berada di angka tertinggi sebagai Wakil Gubernur NTB diangka rata-rata 70% keterpilihan secara pribadi, bahkan di survei terakhir maret 2024 mendapatkan angka 73,9%.
Sedangkan keterpilihan Rohmi sebagai Gubernur NTB secara pribadi hanya diangka 17% di survei Maret 2024.
Untuk diposisi Wakil Gubernur NTB tidak hanya ditempati oleh Dr Rohmi saja yang mulai disoroti masyarakat. Muncul juga nama Dr Musyafirin Bupati Kabupaten Sumbawa Barat 2 periode yang mencapai angka di survei terakhir Maret 2024 yaitu 64,6%, disusul dengan Indah Dhamayanti Putri Bupati Bima, dan Mohan Roliskana Walikota Mataram dengan keterpilihan secara pribadi diangka rata-rata 30% sebagai bakal calon wakil gubernur NTB.
Angka-angka dari penjelasan di atas tentu sangat beralasan. Nama Dr Zul masih memuncak di Gubernur NTB karena beliau adalah petahana yang membuat pelabelan Dr Zul adalah Gubernur selalu melekat dibenak masyarakat, selain itu aktivitas turun ke masyarakat pun cukup dominan dilakukan oleh Dr. Zul bersama jajarannya semasa menjalankan roda pemerintahan, sehingga penilaian yang notabene dipilih oleh masyarakat (bukan segelintir elit), merasa Dr Zul selalau hadir di tengah mereka.
Sedangkan munculnya nama Suhaeili, Sukiman Azmy dan Pathul karena ketiganya menjadi kepala daerah di Kabupaten yang notabene pemilihnya diangka terbesar di NTB.
Oleh karena itu, terkonfirmasi juga bahwa pemilih sosiologis di NTB cukup tinggi yang berlandaskan memlih yang secara etnis, asal kabupaten dan kewilahannya antara pemilih dengan calonnya. Sedangkan wakil Gubernur NTB Dr Rohmi sama alasannya dengan Dr Zul. Pelabelan Dr Rohmi sebagai Wakil Gubernur masih sangat kuat, sehingga sangat wajar hasilnya diangka tertinggi, sedangkan Dr Musyafirin, Mohan dan Indah yang juga kepala daerah dianggap masih memiliki kans di Pilkada NTB 2024 mendatang.
Menariknya, di akhir 2024 ini nama pasangan dari bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur mulai terlihat mengerucut. Dr. Rohmi mengumumkan siap maju bersama Dr Musyafirin, sedangkan Dr Zul yang akhirnya berpisah dari Dr Rohmi dinilai cukup memiliki kekuatan jika berpasangan dengan Suhaeli.
Pekerjaan pertama yang harus dilakukan oleh masing-masing bakal calon adalah mendekonstruksi kembali pelabelan masyarakat tentang mereka. Tentu Dr Zul dan Dr Musyafirin tidak perlu mengeluarkan usaha besar karena mereka berdua telah dilabelkan masing-masing sebagai Gubenur dan Wakil Gubernur NTB. Sedangkan Dr Rohmi mempunyai tantangan cukup besar untuk merubah pelabelan dirinya yang dahulunya Wakil Gubernur untuk dinilai pantas dan mampu menjadi Gubernur NTB. Di samping itu, jika merujuk pada kajian Masykuroh (2020) yang bertema “Wanita dan Politik” di beberapa wilayah di Indonesia, memunculkan perdebatan NTB sebagai Provinsi yang berlandaskan islam yang patriarki mempertimbangan kehadiran Rohmi sebagai calon Gubernur.
Tentu kajian-kajian serupa di NTB perlu dijalankan atau diperdalam lagi. Di sisi lain, tantangan Suhaeli juga tidak mudah. Label sebagai calon Wakil Gubernur di tengah popularitas dan elektabilitasnya cukup tinggi sebagai Gubernur harus diubah perlahan-lahan, kecuali dimunculkan wacana Suhaeli harus bersabar 5 tahun sebagai wakil Gubernur, dan akan melanjutkan estafet di periode akan datang.
Menilik hasil survei terakhir OMI, yang dilaksanakan pada bulan Maret 2024 namun tidak dipublikasikan secara umum cukup menjawab pelabelan itu. Pada survei tersebut, tim OMI menganalisa peluang-peluang pasangan yang akan memeriahkan pilkada 2024. Tentu Zul Rohmi saat dipasangkan cukup sangat tinggi di angka 52,8% karena pelabelan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB sangat sempurna. Namun, ketika mereka dipisahkan saat Dr Zul berpasangan dengan Suhaeli, mencapai angka 50,5%, sedangkan Dr Rohmi Musyafirin di angka 10,4%. Selain dua pasangan tersebut, OMI juga mencoba simulasi menambahkan nama Pathul Syafruddin 5%, dan Iqbal Dinda 11,6%, sedangkan yang belum menentukan sikap 22,5%.
Hasil survei terakhir OMI ini juga menjawab perubahan pelabelan Suhaeli dari bakal calon gubernur ke wakil gubernur.
Dr Zul dan Suhaeli mampu diterima, walaupun posisi Suhaeli menjadi Wakil Gubernur. Tentu besarnya angka tersebut karena pelabelan Dr Zul sebagai Gubernur masih sangat kuat, sedangkan Suhaeli masih sangat dihormati oleh masyarakat Lombok Tengah yang notabene jumlah pemiihnya hanya lebih sedikit 5,44% dari pemilih di Lombok Timur. Suhaeli tidak dinilai sebagai sosok yang melekat menjadi gubernur saja, tetapi menjadi tokoh yang dapat berposisi dimanapun oleh masyarakat Lombok Tengah.
Sedangkan Dr Rohmi perlu mengeluarkan usaha yang cukup besar untuk merubah pelabelannya dari Wakil Gubernur menjadi bakal calon Gubernur. Sedangkan Iqbal dan Dinda angkanya mencapai 11,6% karena sumbangan yang diberikan oleh Dinda sebagai Bupati dua periode di kabupaten terbesar di Pulau Sumawa.
Selain analisa kekuatan geopoliitk, waktu dilaksanakannya survei juga sangat menentukan. Isu dan realita akhirnya Zul Rohmi dinyatakan berpisah baru disampaikan akhir Mei 2024, sehingga tentu di masa survei dilaksanakan yaitu Maret 2024 Rohmi belum terlalu diperhitungkan menjadi calon Gubernur NTB.
Kemudian bagaimana dengan nama-nama yang lain seperti Sukiman Azmy, Pathul Bahri, Mohan Roliskana, dan Syafruddin, bahkan belakangan muncul nama PJ Gubernur NTB. Tentu kisah drama perpisahan Zul Rohmi menyita banyak perhatian masyarakat, sehingga tentu Zul dan Rohmi beserta bakal calon wakilnya kini menjadi pusat perhatian.
Sedangkan nama-nama lainnya masih mempunyai pekerjaan rumah untuk meningkatkan popularitas sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur NTB, serta menarik perhatian untuk membuat kisah-kisah yang akhirnya masyarakat melirik mereka untuk dipilih.
Tidak hanya pelabelan, mengamati perkembangan politik di Indonesia dan NTB saat ini terkait politik uang juga akan berdampak di pilkada NTB. Salah satu lembaga survei di NTB, MY Institute juga baru-baru ini menggelar diskusi terkait politik uang yang akan terjadi di Pilkada 2024 mendatang. Survei yang digelar April-Mei 2024 lalu, walaupun ruang lingkup survei hanya Pulau Sumbawa saja, namun cukup menggambarkan perpolitikan di NTB.
Dari hasil survei tersebut didapatkan bahwa 57,5% masyarakat bersedia untuk mengambil uang atau barang yang diberikan oleh calon kepala daerah atau tim sukses calon, tetapi masyarakat belum tentu akan memilih mereka, 6,3% bersedia menerima dan bersedia pula untuk memilihnya, 1,7% menerima dan mencari lagi yang bisa memberikan mereka lebih banyak uang atau barang, sehingga mereka akan memilih yang terbanyak memberikan, dan sisaya 34,5% menolak.
Walaupun survei ini menunjukkan siapa yang menjalankan politik uang belum tentu akan menang, tapi praktik politik uang mulai menjamur.
Di samping itu, konteks ruang dan waktu juga menentukan. Perubahan sikap dapat berubah ketika misalnya iklim tidak menentu yang juga dapat berpengaruh pada sektor pertanian dan kelautan, atau ekonomi negara sedang tidak baik-baik saja, sehingga tingkat ekonomi menjadi perhatian utama masyarakat.
Disamping itu, pengamatan atau survei itu juga dilaksanakan terakhir adalah pada bulan Mei 2024, tentu kajian sosial akan berubah tiap waktu dengan pengaruh di sekitarnya, sehingga di November 2024 mendatang bisa jadi tingkat politik uang bisa meningkat.
Dari beragam analisa di atas, jika Dr Zul-Suhaeli benar-benar berpasangan, tentu pekerjaan rumah mereka tidak terlalu berat dibandingkan calon lainnya, namun tetap harus melihat peta kekuatan lawan, terutama basis wilayah dan praktik politik uang. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika Dr Rohmi-Dr Firin juga akan berjaya pada pilkada 2024 mendatang, walaupun pekerjaan rumahnya satu tingkat lebih susah dibandingkan Zul Suhaeli.
Rohmi Firin harus mampu membaca peta pergerakan dan peta persebaran kekuatan lawan, terutama lawan terkuatnya yaitu Zul Suhaili. Sedangkan, nama-nama di luar kedua pasangan tersebut harus mampu meraih perhatian masyarakat, dan meningkatkan popularitasnya sebelum berharap mendapatkan elektabilitas di tengah masyarakat.
Namun, drama perpolitikan di NTB baru akan berakhir saat pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), karena segala kemungkinan masih bisa berubah. Termasuk Zul Rohmi rujuk kembali. Jika mereka rujuk, maka pilkada akan terasa hambar karena kekuatan yang berpisah akhirnya kembali lagi. Walaupun beragam kritik pembangunan dan masalah keuangan sering dilontarkan kepada Zul Rohmi semasa memimpin, tetapi itu hanya isu elit politik, pengusaha dan akademisi yang tidak lebih dari setengah masyarakat yang menentukan pilihan di Pilkada NTB mendatang. (**)
Oleh : Miftahul Arzak
Direktur MY Institute & Peneliti Olat Maras Institut (OMI)
0 Komentar